Senin, 01 Februari 2016

patarosan dintenan

Bismillahirrahmaanirrahim
Kuliah pertama di semester enam membawa semangat baru,  bapak Dr.H.Dingding haerudin,M.Pd.  dosen mata kuliah telaah buku teks bahasa dan sastra sunda ini menuturkan “Seorang guru bahasa sunda harus profesional dan kompeten di bidangnya, lulusan jurusan pendidikan bahasa daerah bisa saja mengajar di MA atau di MTs”.  Materi-demi materi beliau sampaikan dengan bijak dan mudah dipahami. Namun ada suatu hal yang terbesit dalam  pikiranku, mengingat walaupun aku belum sempat mendata lulusan  jurusan pendidikan bahasa daerah mengajar di mana saja, namun tidak kurang dari sepuluh orang yang aku wawancarai secara santai bahwa lulusan jurusan pendidikan bahasa daerah mengajar di sekolah-sekolah Kristen, ataupun les dan Privat. Hal inilah yang berbuah pertanyaan, ringkas pertanyaannya adalah, “Bagaimanakah cara menyeimbangkan antara memperkenalkan budaya sunda kepada luar? sementara kita tahu berdasarkan data-data saja pengkristenisasian itu marak terjadi, dan itu salah satu caranya adalah dengan adanya pendekatan budaya dan bahasa sunda, dan bagaimana peran serta kita sebagai seorang pengajar  bahasa sunda? Jika mengajar di sekolah-sekolah Kristen,
Ya, mungkin ada beberapa argumen dan persepsi orang, mengenai kebutuhan finansial, atau ada yang berbicara prinsip, namun demikian apa dan bagaimana kita harus menyebarluaskan kebudayaan sunda, mengenai resiko tak perlu hawatir semakin orang mendalami budaya sunda semakin dia mengetahui jati diri sunda, jangankan hal yang luas mengenai sunda kita berbicara kawih saja, semuanya berfilosofi islam.
Orang sunda mulai dari lahir sudah dibimbing untuk mengingat siapa tuhannya, jika kita merujuk kepada Q.S. Al-Araf ayat 172, Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi anak-anak Adam keturunan mereka dan mengambil kesaksian dari mereka atas diri mereka sendiri, Bukankah Aku ini Tuhan kalian ? Seraya mereka menjawab, Benar (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi. (Hal ini Kami lakukan), agar di hari kiamat nanti kalian tidak mengatakan, Sesungguhnya kami lengah atas ini (wujud Allah)."
Dalam ayat tersebut dikatakan, bahwa setiap manusia sebelum lahir ke muka bumi ini pernah dimintai kesaksiannya atas wujud Allah Ta'ala dan mereka menyaksikan atau mengenal-Nya dengan baik. Kemudian, hal itu mereka bawa terus hingga lahir ke dunia.
 namun sejalan dengan prosesnya manusia mngalami yang namanya lupa, maka tak heran manusia disebut al insan, dalam bahasa arab insan memiliki makna yang artinya lupa, manusia lupa telah memberikan kesaksian sebelum ia dilahirkan, dalam budaya orang sunda tidak pantang menyerah sejalan dengan bertambahnya usia, dalam perut ibu janin pun dibacakan surah yusuf maryam dan lain-lain, ketika lahir pun  bayi diazani dari telinga kanan dan diiqomatkan ditelinga kiri hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan Allah kepadanya, dan melindunginya dari godaan syaitan, tidak sampai di situ kepada anak kecil bahkan kita sering mempraktekkan, kalimat “ciluuuuuuuk baaaaaaaa”, baaaaaaa kekokkkkkkkkk” sepintas kata ciluk ba dan ba ke kok itu   hanya biasa saja sebagai kegiatan iseng ngabebenjokeun murangkalih, padahal jika kita merujuk pada alquran merupakan kalimat yang mengingatkan kita kepada Allah (dibahas dilain kesempatan)

 Maka tak heran ada ungkapan orang sunda pasti islam. karena budayanya sejalan dengan agama. J